Keterangan Foto : Anggota KPU RI, Ida Budhiati, Sigit Pamungkas, dan Kepala Biro Keuangan KPU RI, Nanang Priyatna saat mengisi sesi dalam Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Pilkada Tahun 2017
Jakarta, kpu.go.id – Untuk menyusun pedoman teknis terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban dana hibah dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2017, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ida Budhiati menyarankan agar KPU provinsi/kabupaten/kota bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setempat, Selasa (10/5).
“Inspektorat itu personilnya terbatas, kita nggak mampu membimbing satu persatu, untuk itu disarankan ibu dan bapak sekalian bekerja sama dengan BPKP untuk menyusun pedoman teknis pengelolaan belanja hibah,” tutur Ida dalam Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Pilkada Tahun 2017, di Jakarta.
Karena pengelolaan belanja hibah tidak berhenti sampai KPU kabupaten/kota saja, Ida mengatakan bahwa petugas PPK, hingga PPS perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan pilkada yang bersumber dari dana hibah.
Hal itu menjadi perhatian Ida karena tidak jarang temuan BPK bersumber dari hal-hal bersifat teknis yang sebenarnya dapat ditanggulanggi secara dini jika KPU di daerah dapat menutup celah temuan tersebut.
“Yang urusan teknis tapi kalau kita tidak perhatikan nanti diujung jadinya temuan. Misalnya saja soal pemuthakiran, pertanggungjawabannya apa saja sih, biaya telepon, listrik, biaya coklit itu bagaimana pertanggungjawabannya, bentuknya apa. PPK dan PPS harus dibimbing, supaya nanti tidak kesulitan jika temuannya muncul di tingkat tersebut,” terang nya.
“Persoalan ini sudah sering ditemui, nah bagaimana upaya kita untuk mencegah dan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan kita. maka kita bekerja sama dengan BPKP untuk membantu membuat panduan bagaimana pertanggungjawabannya,” lanjut Ida.
Dengan cara itu, Ida berharap KPU di daerah dapat menemukan letak persoalan dari pengelolaan keuangan tersebut jika dikemudian hari KPU ditengarai melakukan kesalahan dalam mengelola dana hibah pilkada.
“Nanti kalau pedomannya sudah jelas, kemudian pertanggungjawabannya tidak sesuai dengan pedoman yang dibuat, maka problemnya di tingkat implementasi, jadi nanti ibu/bapak mudah mencari siapa yang bertanggungjawab,” kata dia.
Selain itu, Ida meminta KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota untuk transparan dan menjelaskan secara rinci kepada semua pihak, sehingga dalam pelaksanaan pilkada, KPU jauh dari stigma negatif akibat kesimpangsiuran informasi.
“Untuk pencegahan kita terbuka saja. Transparan. Jelaskan kegiatannya apa saja, berapa besar anggarannya, persebarannya bagaimana, peruntukannya seperti apa. Pada prinsipnya dalam pengaturan tentang penyusunan anggaran, tata kelola, dan pertanggungjawaban kita menganggarkan untuk memberikan pelayanan dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan mengada-adakan yang tidak ada, jangan meniadakan yang sudah ada,” tandas Ida.
Hibah dan Belanja Barang
Sementara itu, Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal KPU, Nanang Priyatna mengatakan bahwa penggunaan dana hibah langsung berbentuk uang dalam pilkada tidak dapat digunakan untuk belanja modal. Karena sesuai aturan, dana tersebut hanya dapat digunakan untuk belanja barang.
“Hibah pilkada ini adalah hibah langsung berbentuk uang, nah sesuai dengan aturan hibah langsung dalam bentuk uang tidak boleh dibelanjakan untuk belanja modal,” tutur Nanang.
Jika KPU di daerah membutuhkan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan pilkada yang belum dapat diakomodir oleh KPU secara cepat, Nanang menyarankan agar KPU di daerah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) setempat untuk dapat menerima hibah dalam bentuk lain.
“Jadi kalau ada keperluan belanja modal, seperti sarana dan prasarana, mungkin harus berkonsultasi dengan pemda untuk dapat memberikan hibah dalam bentuk lain, bukan hibah dalam bentuk uang,” terang dia. (ris/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)