
"Sosialisasi tak cukup sebatas tanggal kapan digelarnya Pilkada. Harus ada pelatihan, supaya kekhawatiran adanya partisan komisioner di daerah itu tidak terjadi. KPU juga harus bekerjasama dengan Bawaslu," ujar peneliti LIPI Siti Zuhro di Jakarta, Jumat (6/3/2015).
Siti mengritik kinerja KPU daerah dan Panwaslu belum bisa menjalankan fungsinya secara profesional. KPU seharusnya melakukan konsolidasi, pelatihan dan peringatan agar penegakan hukum calon kepala daerah yang curang tak terjadi lagi.
Sementara itu, sebagai penyelenggara pemilu, KPU harus melakukan pendidikan demokrasi kepada pemilih. Sejauh ini kecenderungan pemilih di Indonesia rentan dipengaruhi politik uang. Edukasi masyarakat tentang demokrasi harus dimotori lewat sosialisasi.
"Mau kita, kalau mereka mau dikasih receh itu harus ditolak. Ini untuk harga diri dan kedaulatan," papar Siti.
Tak hanya itu, Siti menekankan Bawaslu harus menjadi garda terdepan untuk mengawasi penyelenggaran pemilu jujur. Ia berharap Bawaslu lebih kuat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas pemilu.
"Bayangkan kalau ada penyimpangan lebih dari 200 pelaksanaan pilkada pada Desember nanti. Melihat penegakan hukum kita seperti ini, saya pikir mewaspadai jauh lebih baik," kata Siti.