
Sementara yang diusulkan pihak penyelenggara ke pada parlemen sebanyak tiga akun untuk satu calon kepala daerah. Hal tersebut sebagai pelengkap Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada serta mempermudah pengawasan kampanye maupun kampanye hitam para calon.
"Dalam UU No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada tidak diatur secara rinci soal pembatasan akun sosmed tersebut. Untuk itu kita (DPR, red) akan membahasnya," ungkap Syarif Abdullah Al Kadrie, anggota Komisi II DPR RI kepada indopos.co.id, Minggu (15/3).
Informasi yang berkembang, sambung Sekretaris Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, KPU telah menbemukan kesimpulan akan membatasi penggunaan akun sosmed hanya tiga akun resmi yang diperbolehkan untuk didaftarkan para calon, termasuk tim relawannya ke KPU.
"Hal itu bertujuan untuk mempermudah pengawasan kampanye maupun kampanye hitam para calon KDH dalam Pilkada 2015. Nanti setelah reses komisi II DPR akan bahas secara mendetail terhadap skenario yang di buat KPU," ujarnya.
Menurut Syarif Abdullah, fraksi mendukung pembatasan penggunaan akun sosmed tersebut untuk menutupi kekurangan pengawasan pilkada sebelumnya melalui sosmed. Karena, bila tujuannya untuk perbaikan terhadap kekurangan yang ada di masa lalu, dirinya sangat setuju terhadap hal tersebut.
Disisi lain, lanjutnya, KPU seharusnya juga memperhatikan peran media termasuk sosmed yang begitu besar terhadap masyarakat dalam mengetahui latar belakang calon yang hendak mereka pilih. Sebab, perkembangan dunia internet di Indonesia sudah maju.
"Tetapi juga peran media cukup besar di dalam mengenalkan 'track record' calon," jelasnya.
Dia menegaskan, pihaknya bersama KPU akan menindaklanjuti sejauh mana efektifnya pembatasan akun tersebut terhadap pengawasan dan efektifnya dalam mengatasi kampanye hitam dalam pilkada nanti. Sebab, ia khwatir apabila hanya kuat diaturan namun lemah pelaksanaan di lapangannya, maka aturan ini menjadi tidak berpengaruh.
"Sejauh mana mengefektifkan dan dilaksanakan di lapangannya. Kita akan libatkan juga lembaga terkait dan masyarakat dalam penyusunan aturan yang akan dibuat KPU ini," imbuhnya.
Terpisah, Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay membenarkan. Dia menilai kampanye dalam pilkada lewat media sosial perlu diatur sedemikian rupa. Salah satunya dengan membatasi akun medsos pasangan calon.
“Kelihatannya ke sana arahnya pengaturan. Tapi tentu nanti kami akan bicarakan lagi. Sementara ini dalam draf rancangan Peraturan KPU ada pengaturan akun pasangan calon harus didaftarkan. Sementara dibatasi tiga akun. Ini memang sesuatu yang tidak mudah, tapi kita akan mulai juga masuk wilayah ini, tidak kami lepas,” paparnya.
Hadar menegaskan, kewenangan untuk mengawasi kampanye terselubung di media sosial, tetap berada di tangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun hingga ke tahap penutupan atau pemblokiran akun, tetap perlu meminta bantuan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. (aen)