
Ternate, kpu.go.id- Sebagai kalangan cendekia, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga harus dapat mengawal proses penyelenggaraan pemilu. Sebagai bagian dari sistem demokrasi, pelaksanaan pemilu di Indonesia memang masih banyak meninggalkan pekerjaan rumah, tetapi mahasiswa juga harus mampu bersikap fair dalam menilai sebuah pelaksanaan pemilu. Mahasiswa jangan mudah terprovokasi atau terpancing isu yang dihembuskan pihak-pihak yang memiliki agenda tertentu. Pada area ini lah peran mahasiswa menjadi elemen yang sangat penting.
“Demokrasi akan berjalan dengan baik apabila sistem dan pelaksananya baik. Namun jika terjadi persoalan dalam pelaksanaan pemilu, mahasiswa harus bisa bersikap fair dan memberi penilaian yang objektif. Jangan hanya bisa mengutuki kegelapan, tetapi mahasiswa harus mampu menyalakan lilin untuk menerangi kegelapan itu,” ujar Anggota KPU, Sigit Pamungkas di hadapan civitas akademika Universitas Khairun (Unkhair) saat menyampaikan materi pada acara “KPU Goes to Campus” di Ternate, Maluku Utara (Malut), Kamis (5/12).
Mahasiswa sebagai pemilih muda, kata Sigit, memiliki peran besar yang sangat berpengaruh terhadap konstruksi politik bangsa. Dalam sejarah Indonesia, apa yang diperjuangkan oleh mahasiswa menjadi penentu arah kehidupan demokrasi di Indonesia.
“Selama ini terbukti, pemilu merupakan satu-satunya mekanisme pergantian kepemimpinan dan sistem perebutan kekuasaan secara damai. Pemilu menjadi indikator negara demokrasi dan titik masuk konsolidasi demokrasi,” sambungnya.
Sistem demokrasi, kata anggota KPU termuda itu, akan berjalan baik jika sistem dan penyelenggaranya juga baik. Ini menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa di dalamnya.
“Tugas menjadikan demokrasi berjalan dengan baik itu bukan hanya tanggung jawab KPU saja, melainkan semua pihak, termasuk peserta pemilu (parpol), masyarakat dan mahasiswa. Pada konteks ini mahasiswa harus cerdas mengawal jalannya demokrasi. Jika terjadi konflik akibat penyelenggaraan pemilu, harus dilihat prosesnya secara keseluruhan. Jangan lantas menyalahkan atau menuding pihak tertentu, termasuk KPU,” tandas Sigit.
KPU, lanjutnya, saat ini memiliki mekanisme punishment, yang sanksinya bisa sampai pemecatan. Karena itu, ia meminta semua pihak tidak perlu khawatir dan harus membuang jauh-jauh prasangka negatif pada KPU.
“Sampai saat ini, sudah lebih dari seratus anggota KPU yang diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jadi jika memang terbukti pelangarannya, sanksinya tidak main-main. Serahkan semuanya pada proses hukum yang berlaku,” terangnya.
Selain Sigit Pamungkas, pada KPU Goes to Campus yang digelar di universitas terbesar di Maluku Utara itu, juga tampil sebagai pemateri, Wakil Rektor Unkhair, Abdurahman Hoda dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Yamin.
Abdurahman mengingatkan mahasiswanya agar benar-benar menjadi pemilih yang cerdas. Konstelasi politik dalam Pemilihan Gubernur Malut yang baru saja dilaksakan dan masih menunggu proses di Mahkamah Konstitusi (MK), harus terus dikontrol oleh kalangan kampus.
“Jangan tergesa-gesa memberikan sinyalemen negatif pada pihak tertentu, apalagi memprovokasi. Justeru kita harus kawal prosesnya di MK,” ujar Abdurahman.
Senada dengan Sigit, Yamin juga menyampaikan, hak utuk memilih pemimpin adalah nilai yang selaras dengan tuntunan agama. Proses demokrasi di Malut yang saat ini masih belum berjalan dengan maksimal, harus dijadikan bahan bakar untuk menciptakan sikap kritis mahasiswa.
“Teman-teman jangan jadi apriori dengan apa yang terjadi Malut. Kalau mahasiswa berlepas tangan dan membiarkan ketidakberesan itu terus terjadi, bagaimana demokrasi kita akan berhasil? Jangan hanya bisa menyalahkan sistemnya, tetapi lakukanlah sesuatu yang cerdas yang akan bermanfaat bagi masyarakat,” simpul Yamin. (dd/uj/je/arf. FOTO KPU/uj/hupmas)