Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik, Kamis (13/2) menerima kunjungan Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Hendri Saragih. Sebagai organisasi dengan basis anggota di tingkat desa, Hendri berharap KPU meningkatkan sosialisasi dan penyebaran informasi kepada para pemilih. Sehingga para petani memiliki semangat datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya.  

“Hasil pantauan dan komunikasi kita secara langsung dengan basis-basis petani di berbagai daerah di Indonesia, ternyata keinginan memilih di kalangan rakyat tani kita masih tinggi,” ujar Hendri Saragih. Menurutnya, situasi ini penting dikelola oleh penyelenggara Pemilu dengan cara memastikan rakyat tani di berbagai wilayah di Indonesia terfasilitasi hak pilihnya dengan baik.

“Jangan sampai ada rakyat tani kita yang terhalang-halangi untuk menggunakan hak pilihnya. Memang masih ada problem di masyarakat tani kita yang seringkali berpindah tempat dan beralih profesi. Kadang dia menjadi petani di desa, tetapi dalam situasi tertentu dia menjadi buruh di kota. Perpindahan penduduk sementara waktu ini kan perlu diperhatikan. Jangan hanya gara-gara berpindah tempat sementara, kemudian tak dapat lagi menggunakan hak pilih,” ujarnya.

Hendri juga menyarankan KPU agar meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tani dalam hal teknis pemberian suara di TPS. Karena itu, kata Hendri, diperlukan simulasi pemberian suara yang sah secara nasional melalui media massa. Sehingga penyebaran informasi tata cara pemberian suara yang sah pada Pemilu 2014 kepada masyarakat menjadi lebih massif.

Ketua KPU RI Husni Kamil Manik mengatakan sebagian masyarakat masih menganggap surat pemberitahuan memilih (formulir C6) sebagai undangan. Akibatnya masyarakat yang tidak menerima pemberitahuan, enggan datang ke TPS untuk menggunakan hak suaranya. “Masyarakat kita terkadang masing menganggap Pemilu ini seperti pesta perkawinan. Pantang untuk datang jika tidak diundang,” ujarnya. 

KPU, kata Husni, melalui jajaran penyelenggara Pemilu di tingkat TPS akan mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa formulir C6 itu bukan undangan tetapi hanya pemberitahuan. “Jika tidak dapat formulir C6 sekalipun, tetap dapat menggunakan hak pilih di TPS,” ujarnya.

Selain itu, kata Husni, kedudukan identitas kependudukan pun sebenarnya hanya untuk membuktikan bahwa orang yang datang ke TPS benar-benar merupakan orang yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). “Identitas itu sangat penting, terutama di daerah-daerah perkotaan, di mana Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meski merupakan perangkat rukun tetangga dan rukung warga, belum tentu mengenali semua pemilih di tempat tinggalnya,” ujarnya.

Husni juga menilai sebagian masyarakat belum memahami bahwa memilih itu adalah haknya sebagai warga Negara. Karena itu, penting dilakukan pendidikan politik kepada masyarakat secara massif. KPU, kata Husni, sudah membentuk relawan demokrasi di tingkat kabupaten/kota untuk melakukan pendidikan pemilih ke berbagai segmen masyarakat seperti pemuka agama, pemilih pemula, penyandang disabilitas, pemilih perempuan dan masyarakat marginal.

“Tentunya peran dari semua stakeholders sangat diperlukan untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Karena pendidikan politik berbasis komunitas akan jauh lebih efektif untuk membangun dan menumbuhkan kesadaran politik masyarakat,” ujarnya.

Husni mengatakan hasil survei dari berbagai lembaga menunjukkan bahwa tren di kalangan masyarakat untuk menggunakan hak pilih pada Pemilu 2014 terus meningkat. “Malahan ada angka survei yang sangat optimistis mencapai 92 persen. Bagi penyelenggara Pemilu ini tentu potensi yang harus dikelola dengan baik sehingga angkanya tetap bertahan sampai 9 April 2014,” ujarnya. (*)