
Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menegaskan desain tempat pemungutan suara (TPS) harus memberikan jaminan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas. Hal ini penting untuk memastikan para penyandang disabilitas terlayani dengan baik saat menggunakan hak pilihnya.
“Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) penting memperhatikan lokasi pendirian TPS. Bisa saja ditempatkan di ruang terbuka atau ruang tertutup. Yang penting dapat diakses dengan mudah oleh pemilih, terutama penyandang disabilitas,” terang Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di kantor KPU RI, Jakarta, Senin (24/2).
Selain dapat memberikan kemudahan akses bagi pemilih, lokasi TPS penting memberikan jaminan kepada pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Jika TPS itu didirikan di ruang terbuka, maka harus tersedia pelindung bagi pemilih, anggota KPPS, saksi dan pengawas terhadap panas matahari dan hujan.
“Yang paling penting memastikan bahwa lokasi TPS tidak memberi ruang bagi orang untuk berlalu lalang di belakang pemilih pada saat memberikan suara di bilik suara. Sehingga pemilih yakin saat memberikan suara, kerahasiaan pilihannya terjamin,” ujarnya.
Begitu juga jika TPS ditempatkan di ruang tertutup. Selain harus mampu menampung pelaksanaan rapat pemungutan dan penghitungan suara di TPS, kedudukan pemilih harus membelakangi tembok atau dinding saat memberikan suara di bilik suara.
Pembuatan TPS harus sudah tuntas paling lambat satu hari sebelum pemungutan suara. Untuk menarik pemilih datang ke TPS, KPPS bersama dengan masyarakat sekitar dapat membuat desain TPS yang lebih menarik sehingga memberikan rasa nyaman bagi para pemilih yang datang menggunakan hak pilihnya.
“Dalam beberapa kali Pemilu dan Pemilukada, banyak ditemukan TPS yang didesain unik dan menarik di sejumlah daerah oleh KPPS dan masyarakat setempat. Kalau dihitung dananya pasti melebihi dari pagu dana yang disediakan Negara, tetapi Pemilu sebagai hajatan bersama dengan mengedepankan partisipasi yang luas dari masyarakat, pelayanannya menjadi lebih baik,” ujarnya.
TPS dapat didirikan di ruangan/gedung sekolah, balai pertemuan masyarakat, ruang/gedung tempat pendidikan, gedung/kantor milik pemerintah dan non-pemerintah. “Yang penting sudah mendapat izin dari pengurus/pimpinan atau pihak yang bertanggung jawab terhadap ruangan/gedung tersebut. Yang dilarang hanya di tempat ibadah dan di tempat-tempat yang sulit diakses oleh masyarakat,” ujarnya.
Selain urusan pendirian TPS, sebelum pemungutan suara digelar, KPPS harus memastikan sudah menyampaikan formulir model C6 (pemberitahuan untuk memberikan suara kepada pemilih) paling lambat tiga hari sebelum pemungutan suara. Dalam formulir itu harus pula disebutkan kemudahan bagi penyandang cacat dalam memberikan suara di TPS. Hal ini penting untuk memotivasi para penyandang disabilitas untuk datang ke TPS.
Jika dalam tiga hari sebelum pemungutan suara, pemilih yang sudah terdaftar di dalam DPT, DPTb dan DPK belum menerima formulir C6 atau formulir itu sudah diterima kemudian hilang, pemilih dapat meminta ke Ketua KPPS setempat dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) atau identitas lain.
“Formulir C6 kembali diberikan setalah dilakukan pengecekan data pada DPT, DPTb dan DPK. Jadi tidak sembarangan KPPS mengeluarkan C6. Harus dipastikan bahwa pemohon C6 itu ada di daftar pemilih,” tegas Ferry.
Sementara jika masih terdapat pemilih yang belum menerima formulir C6 pada hari dan tanggal Pemungutan Suara, tetap dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP atau identitas lain atau Paspor. “Jadi tidak ada alasan bagi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Kami telah menyediakan pengamanan berlapis agar hak pilih setiap warga Negara terlayani dengan baik,” ujarnya. (gd/red. FOTO KPU/dok/hupmas)