Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Husni Kamil Manik, menyatakan bahwasanya KPU sebagai penyelenggara pemilu optimis dengan penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang, Selasa (16/6).
“Walaupun Pilkada serentak ini merupakan pengalaman yang pertama, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus optimis karena dalam lingkup yang lebih kecil, KPU pernah menyelenggarakannya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Walikota di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Aceh.” ujar Husni
Hal itu diungkapkannya pada talkshow bertajuk “Menuju Pilkada Serentak di Indonesia”, di aula Widya Graha gedung Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Penelitian (P2P-LIPI) yang dihadiri pula oleh Ikrar Nusa Bakti dan Siti Zuhro.
Sebagai dasar pelaksanaan pilkada serentak, ikrar mengkritisi Perubahan Undang-Undang yang mengatur penyelenggaraan pilkada, menurut Ikrar perubahan undang-undang yang terburu-buru menunjukan bahwa para legislator belum bisa merefleksikan kepentingan nasional.
“Karena para legislator dalam membuat Undang-Undang harus berjangka waktu lama dan sesuai dengan kepentingan Nasional. Sedangkan yang terjadi sekarang ini adalah para legislator lebih mementingkan kepentingan kelompok dan partai,” tutur Ikrar
Siti Zuhro menambahkan, untuk mengedepankan kepentingan nasional, partai politik perlu memperbaiki dan diberikan pemahaman mengenai etika dan filosofi berpolitik, sehingga tidak ada lagi politik transaksional dalam pemilihan umum.
“Nilai-nilai pemahaman yang harus ditransfer kepada politisi. Bahwa partai politik merupakan rumah dari para kader-kader calon pemimpin. Jika partai politik tidak membekali etika secara substantif kepada kader-kader tersebut, apa yang bisa mereka promosikan oleh partai dalam pemilihan nantinya?,” urainya.
Siti Zuhro menghimbau kepada masyarakat dan peneliti yang hadir untuk dapat menyuarakan, bahwa kita berdemokrasi tidak cukup dengan pancasila, tetapi juga dengan etika, sehingga suara masyarakat mencerminkan sistem demokrasi yang berintegritas.
“Menurut saya, bahwa sudah saatnya kita berdemokrasi tidak hanya dengan pancasila agar demokrasi kita bisa terukur. Kita malu jika menggunakan uang terus-terusan membeli suara masyarakat. Ini kan pelecehan terhadap dignity kita sebagai rakyat dan warga negara Indonesia. ini tolong disampaikan, jangan hanya lembaga survey saja yang melakukannya, kita semua perlu menyuarakannya,” tegas Siti. (ajg/red. FOTO KPU/rap/Hupmas)