
Jakarta, kpu.go.id - Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon (paslon) dapat disengketakan di Mahkamah Konstitusi, untuk itu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik menyatakan siap beracara jika nanti muncul gugatan, khususnya di tiga kabupaten, yakni Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara, Kamis (5/11).
"KPU lebih siap dalam menghadapi beracara khususnya di tiga kabupaten yang diikuti oleh calon tunggal, setelh secara khusus menerima penjelasan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2015 oleh Mahkamah," ungkap Husni.
Hal itu dikatakan Husni saat memberikan keterangannya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) antara KPU bersama MK, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2015 di Ruang Rapat lantai 11 gedung MK, Jalan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta.
Menurut Husni, pemantau diberi hak untuk menjadi pemohon yang sesungguhnya tidak mewakili yang tidak setuju, tetapi diberi kesempatan untuk memberikan keterangan, mencari kebenaran apakah dokumen yang dibuat KPU sudah benar atau justru ada peristiwa lain yang menurut pemantau sebaliknya.
"Ini substansi yang kami dapatkan keterangan dari yang mulia Ketua dan Anggota MK. Kami perlu garis bawahi bahwa KPU siap dan sudah paham dengan apa yang menjadi isi PMK Nomor 4 Tahun 2015," jelas Husni.
Sebelumnya Ketua MK, Arief Hidayat pada rakor tersebut mengungkapkan bahwa mahkamah telah merancang PMK Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Dengan Satu Pasangan Calon.
Ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian dalam PMK itu. yakni lembaga pemantau harus mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan perkara sengketa.
"Untuk pasangan satu calon, kalau pemilih memilih tidak setuju dan itu menang maka yang punya legal standing untuk ajukan sengketa adalah calon tersebut. Sedangkan jika yang menang adalah pemilih yang setuju pada calon itu maka yang punya legal standing adalah pemantau pemilu," beber Arief.
Sebelumnya MK telah memberikan peluang penyelenggara pilkada dengan calon tunggal melalui mekanisme referendum. Mekanisme itu dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menyatakan setuju atau tidak setuju dalam surat suara yang telah di desain agar pemilih menetukan pilihannya.
Arief juga menegaskan partai politik tidak diberi kedudukan hukum untuk beracara di pilkada calon tunggal ini. Yang mempunyai itu adalah lembaga pemantau yang telah terdaftar dan terakreditasi oleh KPU.
"Dalam PMK kita jelas yang mempunyai legal standing ialah pemantau yang terdaftar dan terakreditasi di KPU. Syarat pemantau kan tidak boleh memihak dan independen. Yang dicari ialah menyampaikan kebenaran yang bersifat meteriil dalam proses penghitungan suara dalam pilkada, lanjutnya.
Selain itu MK juga meminta KPU untuk mencantumkan waktu putusan penetapan perolehan suara sebagai dasar MK menghitung jangka waktu pengajuan permohonan gugatan 3 x 24 jam.
"Kami mohon KPU dalam putusan hasil pilkadanya dicantumkan kapan putusan itu diambil, termasuk jam, menit sampai detiknya. Karena terkait dengan 3 hari, untuk lebih mudah bagi kami," kata Arief.
Selain Husni, hadir dalam rakor tersebut Anggota KPU HadarHafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Ida Budhiati, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua dan Anggota MK, serta Ketua dan Anggota Bawaslu. (ook/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)