Keterangan Foto : Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, Staf Ahli Hubungan Antar Lembaga, Agus Haryadi, Direktur Perludem, Titi Anggraini, dan Donal Fariz, Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (kiri ke kanan), dalam seminar di BPHN, Selasa (17/11).
Jakarta, kpu.go.id- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota mengatur dan melakukan pembatasan bagi pasangan calon dalam melakukan kampanye. Hal tersebut menjadi salah satu terobosan dalam perundang-undangan yang pernah ada khususnya mengenai kepemiluan. Selain melakukan pembatasan, undang-undang ini juga mengatur tentang pemberian mahar dari pasangan calon kepada partai politik.
Dalam mengusung tema pemilu berintegritas, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan peraturan, melakukan beberapa terobosan, agar dapat menciptakan pemilu yang bersih.
Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik menjelaskan, tidak hanya sebatas bersih dalam soal pendanaan atau penggunaan uang negara saja, tetapi juga bersih pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang serta peraturan yang mengatur mengenai tahapan pemilu itu sendiri.
"Pilkada bersih tidak hanya menyoal uang, pendanaan dan sebagainya, tetapi juga menyangkut hal-hal lain yang besifat substantif, seperti aturan yang berkaitan dengan pilkada atau hal lain yang mendukung pilkada bersih, sesuai dengan asas pemilu Langsung Umum Bebas Rahasia," terang Husni.
Potensi korupsi yang terjadi pada pilkada itu sendiri dapat berkaitan dengan proses pemilu sebagai salah satu unsur rekruitment politik. Diperlukan integritas, baik dari peserta, maupun penyelenggara pemilu itu sendiri.
Ditambahkan Husni, KPU sejak awal telah melakukan terobosan bagi jajarannya sebagai penyelenggara pemilu untuk tidak terlibat dalam hal korupsi dengan melakukan beberapa gerakan moral, salah satunya dengan penanda-tanganan pakta integritas bagi para komisioner KPU dan pejabat sekretariatnya.
"Kami secara internal sejak awal sudah membuat gerakan moral, tiap pejabat di KPU dari level komisioner sampai sekretariat dari pusat sampai dengan kabupaten/kota melakukan penanda-tanganan pakta integritas, yang salah satu isinya tidak terlibat korupsi," tegas Husni.
Penegasan ini disampaikannya pada seminar yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bertema “membangun pilkada serentak yang bersih dan bebas korupsi,” di Ruang Sidang Kantor BPHN, Jakarta Timur, Selasa (17/11). Selain Husni, turut duduk sebagai pembicara Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dan Donal Fariz, Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW)..
Sementara itu Direktur Perludem, Titi Anggraini meyakini bahwa tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh para pasangan calon dapat memicu potensi korupsi di daerah tersebut.
Terobosan undang-undang yang mengatur tentang mahar politik maupun kampanye pasangan calon, menurut Titi dirasa masih belum sempurna. Sebab, aturan yang ada dalam undang-undang tidak mengatur terkait sanksi saat pasal tersebut ditabrak oleh pasangan calon.
Narasumber lainnya Donal Fariz, dari ICW merasakan adanya ironi dalam pendanaan pilkada serentak ini. Yakni Isu penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) di daerah untuk pelaksanaan kampanye.
Menurutnya, saat ini ICW melihat meningkatnya anggaran bansos di beberapa daerah pilkada yang berbanding terbalik dengan laporan KPU, dimana beberapa daerah dalam perjanjian dana hibah masih belum terpenuhi 100 persen. (dam/red.FOTO dosen)