
Blitar, kpu.go.id - Ada 269 daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah di tahun 2015 ini, 3 diantaranya dipastikan hanya dengan satu pasangan calon yakni, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tasikmalaya.
Pemilihan dengan kondisi tersebut dilaksanakan atas putusan Mahkamah Konstitusi nomor 100/PUU-XIII/2015, yang merupakan hasil dari permohonan peninjauan kembali oleh saudara Effendi Ghazali terhadap peraturan pengganti undang-undang tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serti walikota dan wakil walikota.
Mengingat hal tersbut merupakan sesuatu yang baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu di Indonesia harus bekerja ekstra untuk mengenalkan mekanisme pelaksanaan pemilihan itu.
"Dalam simulasi ini, kami (KPU-red) menginginkan segala sesuatu berjalan dengan baik, seandainya terdapat kekurangan maka kita bisa secepatnya memperbaikinya," ungkap Hadar.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPU RI, Hadar Nafiz Gumay saat membuka acara simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan satu pasangan calon, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 3, Desa Pager Wejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Minggu (22/11) turut hadir pada acara tesebut Komisioner KPU RI, Arief Budiman dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Kapolsek Blitar, dan camat kesamben.
Menurutnya Pilkada satu pasangan calon masih memenuhi aspek kompetisi, sebab dalam disini pasangan calon bersaing untuk mendapatkan legitimasi dari dari seluruh warga yang terdaftar sebagai pemilih di wilayah tersebut."Bentuknya yakni memilih antara setuju dan tidak setuju, disitu kompetisi yang dihadapi pasangan calon." terang Hadar
Apapun pilihan warga semuanya akan menjadi pertimbangan bagi pasangan calon, apakah terpilih sebagai pemimpin daerah atau tidak. "Pilihan setuju atau tidak setuju semua nya baik dan sah, putusan MK mengatur jelas bahwa apabila banyak warga yang memilih setuju maka pasangan tersebut terpilih sedangkan apabila banyak yang memilih tidak setuju, maka Pilkada pad wilayah tersebut akan di lakukan kembali pada periode selanjutnya (tahun 2017-red)." terang nya.
Sedangkan menurut Sugiyatno sebagai Petugas Pemilihan Kecamatan (PPK), pelaksanaan di lapangan akan sangat lebih mudah di bandingkan biasanya, ia hanya mengingatkan kepada KPU agar lebih ekstra melakukan sosialisasi pencoblosan kepada warga, sebab, ada beberapa tata cara yang lazim digunakan pada pemilihan sebelumnya menjadi tidak sah pada pemilihan kali ini.
"Satu pasangan lebih mudah pelaksanaannya, cuma sosialisasi surat suaranya yang harus lebih ekstra, karena ini kan hal baru bagi warga untuk memilih setuju atau tidak setuju. KPU harus lebih memperhatikan pemilih lanjut usia, sebab pada kelompok itu lebih sering mencoblos hanya pada tanda gambar pasangan calon dan itu pada pilkada ini dianggap tidak sah," terang sugiyatno yang mengawali karirnya sebaga petugas KPPS.
Pemilihan dengan kondisi tersebut dilaksanakan atas putusan Mahkamah Konstitusi nomor 100/PUU-XIII/2015, yang merupakan hasil dari permohonan peninjauan kembali oleh saudara Effendi Ghazali terhadap peraturan pengganti undang-undang tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serti walikota dan wakil walikota.
Mengingat hal tersbut merupakan sesuatu yang baru dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu di Indonesia harus bekerja ekstra untuk mengenalkan mekanisme pelaksanaan pemilihan itu.
"Dalam simulasi ini, kami (KPU-red) menginginkan segala sesuatu berjalan dengan baik, seandainya terdapat kekurangan maka kita bisa secepatnya memperbaikinya," ungkap Hadar.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner KPU RI, Hadar Nafiz Gumay saat membuka acara simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan satu pasangan calon, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 3, Desa Pager Wejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Minggu (22/11) turut hadir pada acara tesebut Komisioner KPU RI, Arief Budiman dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Kapolsek Blitar, dan camat kesamben.
Menurutnya Pilkada satu pasangan calon masih memenuhi aspek kompetisi, sebab dalam disini pasangan calon bersaing untuk mendapatkan legitimasi dari dari seluruh warga yang terdaftar sebagai pemilih di wilayah tersebut."Bentuknya yakni memilih antara setuju dan tidak setuju, disitu kompetisi yang dihadapi pasangan calon." terang Hadar
Apapun pilihan warga semuanya akan menjadi pertimbangan bagi pasangan calon, apakah terpilih sebagai pemimpin daerah atau tidak. "Pilihan setuju atau tidak setuju semua nya baik dan sah, putusan MK mengatur jelas bahwa apabila banyak warga yang memilih setuju maka pasangan tersebut terpilih sedangkan apabila banyak yang memilih tidak setuju, maka Pilkada pad wilayah tersebut akan di lakukan kembali pada periode selanjutnya (tahun 2017-red)." terang nya.
Sedangkan menurut Sugiyatno sebagai Petugas Pemilihan Kecamatan (PPK), pelaksanaan di lapangan akan sangat lebih mudah di bandingkan biasanya, ia hanya mengingatkan kepada KPU agar lebih ekstra melakukan sosialisasi pencoblosan kepada warga, sebab, ada beberapa tata cara yang lazim digunakan pada pemilihan sebelumnya menjadi tidak sah pada pemilihan kali ini.
"Satu pasangan lebih mudah pelaksanaannya, cuma sosialisasi surat suaranya yang harus lebih ekstra, karena ini kan hal baru bagi warga untuk memilih setuju atau tidak setuju. KPU harus lebih memperhatikan pemilih lanjut usia, sebab pada kelompok itu lebih sering mencoblos hanya pada tanda gambar pasangan calon dan itu pada pilkada ini dianggap tidak sah," terang sugiyatno yang mengawali karirnya sebaga petugas KPPS.