
Padang, kpu.go.id - Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015 adalah hal yang baru di Indonesia, dan menjadi pilkada terbesar di dunia. Amerika Serikat (AS) pun tidak mengenal adanya pilkada serentak, karena model pemilihan disana selain memilih gubernur, pilkada di AS juga memilih Jaksa atau Komisaris, Kepala Polisi, bahkan referendum termasuk soal Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT).
Bagi penyelenggara, pilkada serentak itu lebih memudahkan. Hal itu karena dalam proses pelaksanaannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah menyelenggarakan proses tahapan dari awal hingga akhir dalam jadwal dan pengaturan yang sama. Apabila pelaksanaan tidak sama, bisa menimbulkan permasalahan dan keributan. Contohnya pada tahapan pencalonan, apabila sudah telat 15 menit dari batas waktu pendaftaran, maka KPU tidak akan menerima.
"Pilkada serentak juga membuat proses persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian tahapan pilkada menjadi lebih mudah dalam hal koordinasi, bimbingan teknis (bimtek), dan penyelesaian sengketa, karena semua bisa dilakukan secara bersamaan," ujar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat Tahun 2015, Selasa (23/02) di Padang Sumatera Barat.
Selain memudahkan, terdapat efisiensi dalam keserentakan pilkada. Sesuai UU Pilkada, sebagian tahapan dibiayai oleh KPU dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), seperti pemasangan iklan kampanye, sehingga calon tidak perlu membiayai iklan tersebut. Anggaran KPU yang terbatas, membuat pemasangan iklan juga terbatas, tetapi hal ini yang menjadikan efisiensi tersebut. Jika pilkada yang sebelumnya, biaya kampanye calon itu bisa lebih besar dari anggaran KPU, sekarang lebih efisien, karena difasilitasi KPU. Pemasangan alat peraga pun tertata rapi, dan tidak mengganggu fasilitas umum.
"Meski tingkat partisipasi masyarakat pada pilkada serentak 2015 cenderung menurun, tetapi hal tersebut tidak signifikan. Alat peraga kampanye itu yang menurun drastis menjadi sedikit, tetapi hasilnya tingkat partisipasi masyarakat tidak terpaut jauh. Soal partisipasi, paling rendah di Kota Medan sebesar 25 persen dan paling tinggi di Kabupaten Mamuju Tengah, 92 persen. Meski di Papua ada 3 daerah yang partisipasinya mencapai 100 persen, tapi itu perlu di evaluasi kembali," papar Husni.
Hal ini agak berbeda apabila berdiskusi mengenai pilkada serentak 2015 dengan partai politik (parpol), tambah Husni. Parpol merasa sedikit kewalahan dengan serentakan ini, terutama soal pencalonan. Mereka kesulitan mencari calon, karena harus ada rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) parpol yang bersangkutan. Menyongsong pilkada serentak 2017 yang akan datang, parpol sudah mulai menyeleksi calon, bahkan telah ramai di media massa, padahal KPU belum memutuskan kapan dimulainya tahapan pencalonan.
"Mengenai revisi UU pilkada, KPU menyampaikan perbaikan versi KPU kepada DPR. KPU mengevaluasi 15 pasal, baik menyangkut tahapan, maupun non tahapan. KPU juga sedang mempersiapkan 11 peraturan untuk pilkada serentak 15 Februari 2017. Berbeda dengan sebelumnya hanya 10 peraturan, nantinya bertambah 1 lagi yang akan mengatur pilkada bagi daerah yang memiliki kekhususan sesuai UU pembentukan daerah tersebut, yaitu Aceh, DKI Jakarta, DIY, Papua, dan Papua Barat," ujar Husni di depan awak media. (Arf/red. FOTO KPU/ftq/Humas)